Review Tenki no Ko: Keajaiban, Cinta, dan Pilihan di Tengah Hujan Abadi Tokyo

Review Tenki no Ko: Keajaiban, Cinta, dan Pilihan di Tengah Hujan Abadi Tokyo

Setiap kali Makoto Shinkai mengumumkan karya baru, ada sebuah getaran antisipasi yang khas di kalangan para penggemar animasi, baik di negara asalnya, Jepang, maupun hingga ke penjuru dunia, termasuk Indonesia. Saya pun termasuk salah satu yang selalu menantikan bagaimana sang maestro akan kembali melukiskan kisah emosional dengan visual yang memukau. Dikenal dengan kemampuannya merangkai narasi tentang jarak, kerinduan, dan takdir, berbalut animasi yang detailnya seringkali melampaui batas realita, Shinkai telah membangun reputasi sebagai salah satu sutradara anime paling berpengaruh di era modern.

Setelah kesuksesan fenomenal Kimi no Na wa (Your Name) pada tahun 2016 yang berhasil memecahkan berbagai rekor dan mencuri hati penonton global, ekspektasi terhadap film berikutnya, Tenki no Ko (Weathering With You), tentu saja melambung tinggi. Film ini resmi menyapa bioskop Indonesia mulai 21 Agustus 2019, didistribusikan melalui jaringan CGV, Cinemaxx, dan sejumlah bioskop lainnya, disambut antusiasme besar dari para penggemar lokal yang telah lama menanti. Ulasan ini akan saya sajikan bebas dari spoiler mayor, sehingga Anda yang belum menonton dapat membacanya tanpa khawatir.

Pelarian Remaja dan Keajaiban di Tengah Hujan Tokyo

Tenki no Ko membawa kita mengikuti perjalanan Hodaka Morishima (diisi suaranya oleh Daigo Keitaro), seorang siswa SMA berusia 16 tahun yang merasa terkekang dan jenuh dengan kehidupannya di sebuah pulau kecil yang terpencil. Didorong oleh impian akan kehidupan yang lebih bebas dan menarik di kota besar, Hodaka memutuskan untuk melarikan diri ke Tokyo. Namun, setibanya di sana, ia segera dihadapkan pada kenyataan pahit. Tokyo, dengan segala gemerlapnya, ternyata adalah kota yang keras dan tak kenal ampun bagi remaja tanpa tujuan jelas sepertinya. Ia berjuang untuk bertahan hidup, menghadapi kesulitan finansial, isolasi, dan ancaman jalanan yang tak ramah. Saya bisa merasakan betapa berat perjuangan awal Hodaka, membangun kontras yang kuat untuk pertemuan-pertemuan penting berikutnya.

Di tengah keputusasaannya, takdir mempertemukan Hodaka dengan Keisuke Suga (Shun Oguri), seorang penulis lepas yang menjalankan sebuah kantor majalah kecil yang membahas legenda urban dan hal-hal mistis. Suga menawarinya pekerjaan dan tempat tinggal seadanya. Tak lama kemudian, Hodaka juga bertemu dengan Hina Amano (Nana Mori), seorang gadis yatim piatu yang ceria dan pekerja keras. Hina ternyata bukanlah gadis biasa; ia memiliki kemampuan misterius untuk menghentikan hujan dan memanggil sinar matahari, sebuah anugerah langka di Tokyo yang saat itu tengah dilanda musim hujan berkepanjangan yang tak wajar.

Melihat potensi dari kemampuan Hina, Hodaka mengusulkan agar mereka memulai sebuah "bisnis" unik: menjadi "gadis Matahari 100%" yang menawarkan jasa menghentikan hujan untuk berbagai keperluan, mulai dari festival hingga acara pribadi. Usaha kecil mereka ini membawa secercah harapan dan kebahagiaan, namun juga tanpa mereka sadari mulai menarik perhatian yang tidak diinginkan dan menguak sebuah konsekuensi besar di balik kekuatan Hina. Pertemuan dan petualangan inilah yang menjadi fondasi bagi kisah cinta, persahabatan, dan pilihan sulit yang harus mereka hadapi.

Narasi Sederhana dengan Sentuhan Emosional Khas Shinkai

Jika dibandingkan dengan kompleksitas alur dan elemen fiksi ilmiah dalam Kimi no Na wa, premis serta jalan cerita yang ditawarkan Tenki no Ko memang terasa lebih sederhana dan lugas. Elemen fantasinya, yakni kemampuan Hina mengendalikan cuaca, menjadi motor penggerak utama cerita tanpa terlalu banyak membebani penonton dengan teori-teori rumit. Saya pribadi merasakan bahwa kesederhanaan ini membuat alur cerita lebih mudah diikuti dan dinikmati secara langsung. Penonton dapat lebih fokus pada perkembangan hubungan antar karakter dan dilema emosional yang mereka hadapi. Ini bisa menjadi nilai tambah, karena memungkinkan pesan film tersampaikan dengan lebih jernih.

Namun, di sisi lain, kesederhanaan ini mungkin juga menjadi pedang bermata dua. Beberapa penonton, termasuk saya, mungkin merasa ada beberapa aspek cerita atau karakter pendukung yang kurang mendapatkan eksplorasi lebih dalam. Potensi untuk menggali lebih jauh mengenai asal-usul kekuatan Hina, mitologi di baliknya, atau bahkan dampak sosial-ekonomi dari cuaca ekstrem yang melanda Tokyo, terasa sedikit disayangkan karena tidak dimaksimalkan. Meskipun begitu, Shinkai tampaknya memang sengaja memilih untuk lebih memusatkan perhatian pada inti cerita: perjuangan dua remaja yang menemukan satu sama lain di tengah kerasnya dunia dan bagaimana mereka menghadapi takdir yang dibebankan kepada mereka.

Sentuhan khas Shinkai yang sangat emosional tetap kental terasa. Penggunaan monolog interior karakter, penggambaran perasaan rindu, determinasi anak muda dalam menghadapi rintangan, serta tema pengorbanan demi orang yang dicintai, semuanya dirangkai dengan kepekaan yang menjadi ciri khasnya. Bagi saya, meski alurnya lebih simpel, intensitas emosi yang berhasil dibangun tetap mampu menyentuh hati.

Visualisasi Memukau

Berbicara mengenai kualitas visual dalam film-film Makoto Shinkai, rasanya pujian setinggi langit pun takkan pernah cukup. Dan Tenki no Ko sekali lagi membuktikan mengapa ia dijuluki sebagai salah satu animator dengan visi visual paling menakjubkan. Setiap bingkai dalam film ini terasa seperti sebuah lukisan yang hidup, penuh dengan detail yang memanjakan mata. Saya benar-benar terpukau oleh bagaimana tim di CoMix Wave Films berhasil meningkatkan standar visual mereka lebih jauh lagi. Penggambaran hujan dalam berbagai intensitasnya, mulai dari gerimis lembut hingga badai dahsyat, dilukiskan dengan realisme yang luar biasa. Partikel air, pantulan cahaya pada genangan, hingga awan cumulonimbus yang megah, semuanya ditampilkan dengan presisi yang mengagumkan.

Momen ketika Hina menggunakan kekuatannya untuk "memanggil" matahari adalah salah satu sorotan visual utama. Transisi dari langit kelabu penuh hujan menjadi cerah berawan dengan sinar mentari yang menembus awan disajikan dengan begitu indah dan magis. Shinkai juga tak pernah gagal dalam menggambarkan lanskap perkotaan Tokyo.

Gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang sibuk, gang-gang sempit, hingga detail kecil seperti papan nama toko dan lampu-lampu kota, semuanya dihadirkan dengan detail yang kaya, membuat Tokyo terasa hidup dan menjadi karakter tersendiri dalam film. Penggunaan cahaya dan warna memainkan peran krusial dalam membangun atmosfer setiap adegan, mulai dari nuansa melankolis di bawah guyuran hujan hingga kehangatan yang terpancar saat matahari bersinar. Salah satu adegan yang paling membekas bagi saya adalah ketika Hodaka dan Hina terbang menembus awan, sebuah sekuens yang begitu magis dan membebaskan, sepenuhnya memamerkan keindahan visual yang ditawarkan film ini.

Harmoni Suara dan Musik yang Menyentuh Jiwa

Keindahan visual Tenki no Ko semakin lengkap dengan dukungan kualitas audio yang tak kalah mumpuni. Kinerja para pengisi suara (seiyuu) berhasil menghidupkan setiap karakter dengan sangat baik. Daigo Keitaro sebagai Hodaka mampu menangkap semangat, kepolosan, sekaligus keputusasaan seorang remaja yang terdampar di kota besar. Nana Mori sebagai Hina juga tampil memukau, menghadirkan keceriaan, ketegaran, namun juga kerapuhan karakternya dengan sangat pas. Interaksi dan chemistry di antara keduanya terasa begitu alami. Aktor-aktor pendukung seperti Shun Oguri yang mengisi suara Keisuke Suga dan Honda Tsubasa sebagai Natsumi (asisten Suga) juga memberikan kontribusi signifikan, menambah warna dan kedalaman pada cerita.

Namun, elemen audio yang mungkin paling dinantikan dan kembali menjadi sorotan adalah soundtrack yang digarap oleh band rock Jepang, RADWIMPS. Setelah kolaborasi sukses mereka di Kimi no Na wa, RADWIMPS kembali dipercaya untuk mengisi departemen musik Tenki no Ko, dan hasilnya sekali lagi luar biasa. Lagu tema utama seperti Ai ni Dekiru Koto wa Mada Aru Kai (Is There Still Anything That Love Can Do?) dan Grand Escape (dinyanyikan bersama Toko Miura) bukan hanya menjadi lagu pengiring, tetapi menjelma menjadi bagian integral dari narasi. Lirik yang puitis dan melodi yang menggugah berhasil memperkuat emosi dalam adegan-adegan kunci. Saya merasakan bagaimana musik mereka mampu mengangkat momen-momen penting menjadi jauh lebih epik dan menyentuh. Musik-musik pendukung lainnya serta desain suara ambient, seperti gemericik hujan atau hiruk-pikuk kota, juga diramu dengan sangat baik, menciptakan pengalaman menonton yang semakin imersif.

Apakah Tenki no Ko Seindah Harapan?

Jadi, apakah Tenki no Ko berhasil memenuhi ekspektasi tinggi yang dibebankan padanya? Bagi saya, jawabannya adalah iya, dengan beberapa catatan. Film ini adalah sebuah karya audiovisual yang menakjubkan, sebuah bukti sahih dari keahlian Makoto Shinkai dan timnya dalam menciptakan dunia animasi yang begitu indah dan emosional. Visualnya yang memukau dan musiknya yang merdu akan memanjakan indra Anda. Kisah cinta antara Hodaka dan Hina, meskipun sederhana, tetap mampu menyentuh dan menawarkan kehangatan.

Meskipun alur ceritanya mungkin tidak sekompleks atau memberikan kejutan sebesar Kimi no Na wa, Tenki no Ko memiliki pesonanya sendiri. Film ini lebih fokus pada perjalanan emosional karakter utamanya dan pilihan-pilihan sulit yang harus mereka ambil. Beberapa elemen fan service khas Shinkai, seperti kemunculan singkat karakter dari film sebelumnya atau tema-tema familiar, mungkin akan menjadi suguhan menarik bagi penggemar setianya. Lebih jauh lagi, film ini juga bisa dibaca sebagai sebuah refleksi, sengaja atau tidak, terhadap isu perubahan iklim dan bagaimana tindakan individu dapat memiliki konsekuensi yang lebih luas, meskipun fokus utamanya tetap pada drama personal.

Secara keseluruhan, Tenki no Ko adalah film yang sangat layak untuk ditonton, terutama jika Anda adalah penggemar karya Makoto Shinkai atau penikmat anime dengan visual indah dan cerita yang menyentuh. Ini adalah sebuah pengalaman sinematik yang akan meninggalkan kesan mendalam, terutama melalui keindahan visual dan lantunan musiknya. Meskipun mungkin tidak melampaui Kimi no Na wa dalam beberapa aspek bagi sebagian orang, Tenki no Ko tetap berdiri sebagai sebuah karya yang kuat dan berkesan dalam filmografi Shinkai.

Read more