Motion Control: Teknologi yang (Mungkin) Terlalu Cepat Datang, dan Kini Jadi Kenangan Langka

Sejak dulu, manusia berusaha menyempurnakan teknologi kendali jarak jauh atau gerakan dalam berbagai aplikasi. Contoh sederhananya adalah saat kita mengganti channel di televisi. Mungkin ada di antara Anda yang pernah merasakan era di mana mengganti channel televisi mengharuskan kita bangkit dari sofa untuk menekan atau memutar tombol langsung di badan televisinya?
Di dunia video game, motion control juga sempat populer. Dulu, misalnya, Sony mengeluarkan “EyeToy”, sebuah kamera yang dipasang di PlayStation 2. Dengan ini, gamers bisa memainkan game-game yang mendukung EyeToy, yang umumnya membutuhkan gerakan fisik dari pemain yang berdiri dan beraksi di depan kamera. Sony melanjutkan mekanisme ini di PlayStation 3 dengan kamera baru “PlayStation Eye” dan controller tambahan bernama “PlayStation Move”. Kemudian, di PlayStation 4, Sony melangkah lebih jauh lagi dengan PlayStation Camera dan pengalaman virtual reality (VR) melalui headset/visor “PlayStation VR”.

Nintendo juga mencoba hal serupa lewat Nintendo Wii dan Wii U. Berbekal alat motion control berbentuk seperti remote TV yang disebut “Wiimote”, Nintendo menurut saya cukup sukses menjual gimmick kendali game dengan gerakan badan ini. Sensasi bermain tenis, boling, atau bisbol dengan gerakan asli—seperti mengayunkan raket, melempar bola boling, atau memukul bola bisbol—dapat terasa lebih nyata berkat motion control.
Lalu, bagaimana dengan Microsoft dan Xbox mereka? Tentu saja Microsoft tidak mau ketinggalan di ranah motion control ini. Pada era Xbox 360, mereka merilis sebuah kamera sensorik, mirip dengan EyeToy & PlayStation Eye dari Sony, yang diberi nama “Kinect”. Saya membayangkan Kinect mungkin dirancang dengan mindset “harus lebih keren dari PlayStation Eye dan Wiimote” oleh para insinyur di divisi R&D (Research and Development) Microsoft Xbox. Dan secara umum, bisa dibilang mereka memang berhasil mencapai level tersebut.
Kinect untuk Xbox 360 (yang saat dalam masa pengembangan diberi nama kode “Project Natal”) tidak hanya dirancang sebagai controller untuk bermain game, tetapi juga untuk navigasi menu Xbox 360, layaknya menggunakan joystick atau controller standar. Dirilis pada November 2010, Kinect begitu populer hingga untuk memenuhi permintaan PC gamer, sebuah adapter khusus untuk PC dirilis pada Februari 2012.
Prinsip kerja Kinect adalah memetakan anggota tubuh gamer melalui berbagai sensor pada kameranya, kemudian menyinkronkan data tersebut sebagai input kendali dalam game ataupun antarmuka grafis (GUI - Graphical User Interface) Xbox 360. Secara teori (dan dalam praktiknya), mekanisme ini dianggap lebih unggul dibandingkan para pesaingnya, yaitu PlayStation Eye & Wiimote.
Contohnya pada genre game menari (dance game). Bisa dibilang, pengalaman bermain dance game di Xbox 360 terasa jauh lebih impresif. Gamer hanya perlu mengandalkan gerakan tubuh, dan Kinect akan menangkapnya secara akurat. Sebagai perbandingan, PlayStation Eye masih membutuhkan controller tambahan seperti PlayStation Move untuk akurasi gerakan yang lebih baik.
Sementara itu, Nintendo Wii hanya mengandalkan gerakan Wiimote yang ditangkap oleh sensor bar infrared (diletakkan di atas/bawah televisi), yang hasilnya terkadang kurang optimal. Kinect dinilai bekerja lebih baik karena sensor kameranya memiliki kemampuan mengolah data rekaman yang lebih canggih dibandingkan PlayStation Eye maupun Sensor Bar Wii.
Kemudian, Kinect 2.0 diluncurkan untuk mendukung Xbox One, sementara PlayStation 4 mendapatkan PlayStation Camera. Kinect 2.0 tetap mengandalkan sensor tanpa alat bantu. Di sisi lain, PlayStation Camera, selain masih membutuhkan PlayStation Move, kini juga mendapatkan dukungan head-mounted gear yang mengusung teknologi virtual reality, yaitu PlayStation VR.
Entah karena munculnya era VR atau karena semakin minimnya dukungan (support) dari para developer, teknologi motion control ala Kinect mulai ditinggalkan. Produksi Kinect generasi pertama diumumkan berhenti (diskontinyu) pada April 2016, disusul Kinect 2.0 pada Oktober 2017.
Secara prinsip, teknologi Kinect bisa dibilang sudah "dimatikan" sejak pengumuman tersebut. Namun, Microsoft benar-benar memberikan ‘final nail in the coffin’ (pukulan terakhir) dengan mengumumkan penghentian produksi serta penjualan ‘Xbox Kinect Adapter’. Adapter tersebut merupakan perangkat USB yang dibutuhkan agar Kinect dapat terhubung ke model Xbox One yang lebih baru. Pasalnya, Kinect memerlukan slot khusus yang hanya terdapat pada model Xbox One lama, dan slot ini sudah dihilangkan pada model-model baru seperti Xbox One S atau Xbox One X.

Akibat pengumuman ini, stok lama Xbox Kinect Adapter mengalami lonjakan harga di berbagai toko online. Bahkan, ada pedagang di Amazon.com yang menjual kabel ini seharga US$300, atau hampir 7,5 kali lipat dari harga normalnya!
Meskipun mungkin mengecewakan bagi sebagian pengguna, langkah ini bisa jadi yang terbaik. Pesona game dengan motion control memang sudah mulai memudar, sementara teknologi virtual reality sedang naik daun. Mungkin saja Microsoft punya rencana lain di sektor ini untuk seri Xbox berikutnya, siapa tahu, bukan? Yang jelas, saat ini riwayat Kinect telah berakhir. Kinect is dead. Jika Anda adalah pemilik Xbox 360 / Xbox One dengan Kinect, selamat, benda itu kini sudah jadi barang langka!